Perjanjian fidusia adalah perjanjian hutang piutang kreditur kepada debitur yang melibatkan penjaminan. Jaminan tersebut kedudukannya masih dalam penguasaan pemilik jaminan. Kanwil Kemenkumham DKI Jakarta menggandeng para pakar fidusia dan keuangan mengajak para anggota Asosiasi Perusahaan Pembiyaan Indonesia (APPI) untuk berdiskusi melalui focus group discussion di Hotel Bidakara (29/9). Kegiatan tersebut dilakukan untuk mengidentifikasi masalah, kasus, dan memberikan solusi dari permasalahan yang dibahas tentang Jaminan Fidusia berdasarkan Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
Dalam kesempatan tersebut para pakar narasumber yang hadir yaitu Iwan Supriadi (Kepala Sub Direktorat Fidusia Direktorat Perdata Ditjen Administrasi Hukum Umum), Daniel Constantyn Adam (Perwakilan APPI / Pelaku Jasa Keuangan Industri Keuangan Non Bank), dan Dr. Jimmy Z. Usfunan (Peneliti Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi).
Sebagai pembicara pertama, Iwan Supriadi membahas tentang bagaimana prosedur, tata cara pendaftaran dan penghapusan jaminan fidusia secara online. Seiring kebutuhan masyarakat yang ingin cepat, Iwan menjelaskan bahwa sejak 05 Maret 2013 pelayanan pendaftaran fidusia dilakukan secara online dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 10 Tahun 2013. Iwan juga menyampaikan issu-issu yang berkembang terkait permasalahan fidusia. Sebagai contoh, Iwan menjelaskan, “bahwa pendaftaran fidusia yang biasanya dilakukan oleh para notaris ternyata bisa dilakukan selain notaris. Hal ini tidak melanggar Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999”, Kata Iwan.
Undang-undang 42 Tahun 1999 Pasal 13 Ayat 1 dituliskan bahwa permohonan pendaftaran jaminan fidusia dilakukan oleh penerima fidusia, kuasa atau wakilnya dengan melampirkan pernyataan pendaftaran jaminan fidusia. “Bunyi kalimat kuasa atau wakilnya menjadi dasar bahwa pendaftaran dapat dilakukan selain notaris” tambah Iwan.
Selain issu tersebut diatas, Iwan menjelaskan bahwa terjadi permasalahan sejak diberlakukannya fidusia online tersebut. Permasalahannya adalah bagaimana berkas berkas persyaratan fidusia yang lama secara manual sebelum tanggal 05 Maret 2013?
Iwan menyampaikan bahwa hal tersebut menjadi pemikiran Kemenkumham Khususnya Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum dan akan segera diberikan solusi. Salah satu rencana solusi yang akan dilakukan adalah bahwa Kemenkumham akan menerbitkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM yang baru tentang registrasi ulang Jaminan Fidusia yang lama. “Jadi nantinya dengan adanya Permenkumham tersebut, akan kami berikan jangka waktu semisal setahun agar para pemegang jaminan fidusia sebelum tanggal 03 Maret 2013 untuk mendaftarkan ulang jaminan fidusianya sehingga berkasnya bisa terlacak dalam database kami”, kata Iwan.
Kemudian Iwan juga membahas beberapa permasalahan yang terjadi dalam proses jaminan fidusia tersebut kemudian dilakukan diskusi dengan para peserta.
Pembicara kedua yaitu Daniel Constantyn dari APPI. Daniel memaparkan tentang masalah-masalah yang terjadi tentang masalah fidusia khususnya terkait dengan perusahaan pembiayaan dan pelaku usaha jasa keuangan yang ada di Indonesia.
Pemaparan yang disampaikan secara rinci dibawah ini.
1. Masalah Sosialisasi Hak Akses & Pasword Pendaftaran jaminan fidusia,untuk PUJK (Pelaku Usaha Jasa Keuangan ) QQ Perusahaan Pembiayaan .
a) Belum tersosialisasi dengan baik mengenai apa dan bagaimana hak akses tersebut ?
b) Bagaimana cara mendapatkan hak akses password dan syarat administratif apa saja yang harus terpenuhi?
c) Pemberian hak akses ini harus dibedakan untuk Konsumen retail dan konsumen perongan ,Konsumen Korporasi.
d) Persiapan perluasan fidusia pada produk-produk fintech/pembiayaan secara digitalisai,dimana konsumen tidak lagi bertemu dengan Pihak Perusahaan Pembiayaan ,Maka harus dipikirkan mengenai Surat Kuasa Pembebanan dan Pendafataran jaminan dari konsumen/debitur apakah bisa diterima oleh Notaris dalam bentuk digitalisasi/softcopy.
2. Mengkaitkan Keluasan hukum didalam Jaminan Fidusia yang mampu disesuaikan dengan kebutuhan Pelaku Usaha Jasa Keuangan ,seperti Kegiatan Usaha yang dapat dijalankan pada Perusahaan Pembiayaan (POJK 29/2014).
a) Tuntutan market misalnya pada Sewa Pembiayaan (Finance Lease),yang menginginkan agar Nama Di BPKB dirubah pada Obyek Sewa Pembiayaan dari Lessor ke Lessee,seharusnya bisa dicover kepentingan hukum jaminannya oleh Fidusia.
b) Karenanya perlu ada sinkronisasi antara Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) dengan KUM HAM RI.
c) Pada saat terjadinya pembebanan jaminan fidusia harus bisa dilakukan juga secara digitalisasi.
d) Perlunya Amandemen UU Jaminan No.42/1999 yang disesuaikan dengan kebutuhan pasar yang sudah kompleks bentuk-bentuk perikatannya.setelah 15 tahun di undangkan.
3. Perlindungan pada Petugas Eksekutor Obyek Jaminan fidusia ;
a) Bahwa Peraturan Kapolri No. 8/2011 masih belum bisa dilaksanakan secara cepat bahkan sangat birokratis prosesnya .yang menyebabkan perusahaan pembiayaan enggan menggunakan ketentuan ini dalam melakukan eksekusi obyek jaminan fidusia.
b) Sehingga karena banyaknya pelaku usaha jasa keuangan QQ Perusahaan Pembiayaan yang melakukan proses eksekusi oleh pihak internal saja.Maka sebaiknya ada ketentuan imunitas bagi penerima kuasa eksekusi/penerima jaminan fidusia,bahwa tidak boleh dilakukan penganiayaan dll,sepanjang proses administratif yang dipersyaratkan (sudah lewat jatuh tempo,wanprestasi sudah dinyatakan dengan surat selama 2-3 kali) .Atau setidak-tidaknya Penerima jaminan fidusia wajib menerima jaminan perlindungan hukum saat melakukan eksekusi obyek jaminan fidusia.Hal ini untuk mengurangi resiko terjadinya perbuatan melawan hukum terhadap eksekutor(penerima jaminan fidusia) oleh pihak pemberi jaminan fidusia atau pihak-pihak ke 3 lainnya yang menguasai obyek jaminan fidusia.
4. Adanya interkoneksi data dari Kanwil Fidusia dengan Kantor Samsat setempat ;
a) Agar sistem online dari kantor Samsat setempat ,mencatat kalau adanya pembebanan jaminan dari Perusahaan Pembiayaan/Pelaku Usaha Jasa Keuangan yang dilakukan oleh pihak Kanwil fidusia setempat.
b) Hal tersebut untuk menghindari terjadinya laporan hilang BPKB dan terjadi terbitnya BPKB baru.(Untuk mencegah terjadinya penggandaan BPKB).
c) Hal tersebut untuk menghindari obyek jaminan bisa diperjual belikan /digadaikan ke pihak lain.
5. Mengenai obyek jaminan fidusia (motor bekas) yang merupakan atas nama X dan dikredit/dibiayai oleh pelaku jasa keuangan /pembiayaan untuk konsumen atas nama Y.Dengan kondisi STNK dan BPKB belum dilakukan BBN kendaraan.dari Atas nama X ke Atas nama Y.
a) Mengikuti ketentuan tersebut diatas maka apakah nama di BPKB tersebut harus di BBN ke atas nama X.dan bagaimana dengan lama waktu BBN,kepastian proses pembiayaan untuk konsumen .Apakah proses pembiayaan bisa dilakukan setelah BBN STNK dan BPKB selesai dilakukan dari X kepada Y?
b) Apakah cukup adanya kuitansi jual beli dari X kepada Y atau X kepada showroom motor bekas? Namun bagaimana dengan ketentuan jika Pemberi Fidusia adalah Pihak yang namanya tercantum dalam BPKB.
Semua hal tersebut diatas memberikan jaminan kepastian hukum pada Pemberi dan Penerima jaminan fidusia.
Sebagai penutup Daniel menegaskan bahwa memang Undang-undang Fidusia hanya mewajibkan benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan, namun kelemahannya adalah tidak ada sanksi dalam Undang-undang tersebut jika tidak melakukan penjaminan fidusia. Namun sejak diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130 Tahun 2012, terbit pula kepastian hukum untuk jaminan fidusia khususnya dibidang kendaraan bermotor.
Disebutkan bahwa Mewajibkan seseorang / perusahaan untuk mendaftarkan fidusia berupa kendaraan bermotor, jika tidak didaftarkan, maka perusahaan pembiayaan tersebut akan dikenakan sanksi.
Oleh karena itu Daniel menyimpulkan bahwa bedanya punya fidusia atau tidak yaitu akibat hukumnya, makanya fidusia adalah pilihan. Ketika memilih untuk menjaminkan benda tersebut dengan jaminan fidusia maka kita memilih untuk mendapatkan kepastian hukum dari pemerintah.
Pembicara yang terakhir adalah Dr. Jimmy Z. Usfunan, S.H., M.H. Beliau memaparkan masalah yang bertajuk mewujudkan jaminan fidusia yang memenuhi aspek kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan. Beliau menyampaikan pemaparan secara rinci sebagai berikut.
Permasalahan Norma.
1. Perbedaan obyek pendaftaran dari Pasal 11 ayat (1) UU Jaminan Fidusia, menentukan “Benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia wajib didaftarkan.” Pasal 12 ayat (1) UU Jaminan Fidusia, menentukan “Pendaftaran Jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 ayat (1) dilakukan pada Kantor Pendaftaran Fidusia.
2. Pasal 29 UU Jaminan Fidusia ayat (1) huruf b dan c memberi pilihan ke pelelangan umum atau dibawah tangan? Kapan menggunakan pilihan b atau c ?
3. Indikator musnahnya barang? Pasal 25 UU Jaminan Fidusia
4. Pasal 16 ayat (2) PP 21/2015, Jaminan Fidusia wajib diberitahukan dalam 14 hari. Bagaimana kalau lewat?
5. Selama ini belum adanya pengaturan tentangjangka waktu dari tahap meminta bantuan kepolisian sampai dengan pengamanan eksekusi jaminan fidusia oleh Kepolisian sesuai dengan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2011 tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia.
Permasalahan Dalam Praktek
Pendaftaran.
1. Masih banyak pihak yang enggan mendaftarkan jaminan fidusia di DKI Jakarta.
2. Seringkali secara praktek sertifikat jaminan fidusia, itu digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara.
Pelaksanaan HAK Eksekutorial.
1. Kreditor (penerima fidusia) lebih memilih menggunakan jasa debt collector dibandingkan jasa pengamanan yang dilakukan oleh Kepolisian RI.
2. Tidak ada masa waktu penahanan suatu benda obyek jaminan fidusia oleh kreditor sampai penjualan.
3. Kreditor menjual benda jaminan fidusia tidak ke tempat pelelangan umum
4. Eksekusi terhadap benda jaminan fidusia, meski sisa hutang adalah 10% dari pokok pinjaman.
Dampak dari masalah ini.
Ketidak efektivan hukum dalam melindungi kreditor dan debitorMenimbulkan konflik dalam implementasinya
PEMBAHASAN
Masalah Norma :
Antara Pasal 11 dan Pasal 12 UU Jaminan Fidusia
Mekanisme Pengkajian :
Zu Ende Denken Eines Gedachten, Interpretasi Gramatikal, Prinsip Noscituur a Sociss. Benda yg dibebani fidusia hanya diatur dalam Pasal 11, sedangkan jaminan fidusia digunakan pada judul bagian, Pasal 12 dan Pasal 13. Secara hakiki, pendaftara ditujukan pada Hak jaminan fidusia bukan benda.
Menjadi persoalan dalam penghapusan jaminan fidusia ini, apabila pelaporannya lewat dari 14 (empat belas) hari. Bagaimana kondisi jaminan fidusia ketika lewat dari 14 hari, apakah tidak bisa dicabut kembali? Apabila dikarenakan dengan waktu 14 hari maka, jaminan fidusia itu tidak bisa dicabut, maka akan menimbulkan ketidak pastian hukum terhadap hapusnya utang jaminan fidusia itu. akan berpotensi menghasilkan sertifikat jaminan fidusia ganda. Misalnya benda tersebut dikreditkan di luar kota. Sehingga debitor dirugikan untuk menjaminkan lagi benda tersebut. Penambahan aturanMenurut Subekti, Musnahnya barang yang menjadi obyek perjanjian sewa-menyewa dapat dibagi menjadi dua macam yaitu :
a) Musnah secara total (seluruhnya) di dasarkan pada Pasal 1553 KUH Perdata
b) Musnah sebagian Barang yang menjadi obyek perjanjian sewa-menyewa
UU Jaminan Fidusia tidak menjelaskan secara rinci terkait indikator dari musnahnya barang tersebut?
Dalam ketentuan Pasal 29 ayat (1) huruf b dan huruf c, menunjukkan adanya alternatif pilihan dalam mengeksekusi benda jaminan, ke pelelangan umum serta penjualan dibawah tangan. Alternatif pilihan ini, nampaknya memberikan kebebasan kepada kreditor untuk memilih. Bagi debitor dimana ia diposisikan sebagai pihak yang lemah karena merasa kelalaiannya.
Pelaksanaan pelelangan umum di dasarkan pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang (selanjutnya disebut dengan Permenkeu Petunjuk Pelaksanaan Lelang).
1. Hanya saja dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, tidak mengatur jangka waktu dari proses permohonan ke penerbitan atau penawaran lelang.
2. Pilihan kedua dari Pasal 29 ayat (1) huruf c UU Jaminan Fidusia, yakni penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan Pemberi dan Penerima Fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak. Pada ketentuan ini, tidak diberikan lagi pengaturan mengenai model kesepakatan tersebut. Sehingga bisa saja kreditor mengarahkan debitor untuk menjual benda jaminan fidusia tersebut, ke tempat rekanan kreditor. Mengingat posisi dari debitor lemah karena telah melakukan kelalaian prestasi.
Perlu adanya pengaturan tentangjangka waktu dari tahap meminta bantuan kepolisian sampai dengan pengamanan eksekusi jaminan fidusia oleh Kepolisian sesuai dengan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2011 tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia.
Kajian terhadap praktek di lapangan.
Banyak pihak yang beranggapan bahwa hakekat perjanjian adalah kesepakatan 2 pihak sesuai dengan Pasal 1320 dan Pasal 1338. Sehingga tidak perlu melakukan pendaftaran jaminan fidusia.
- Urgensi peran negara dalam pendaftaran fidusia, dimaksudkan dalam hal:
memberikan jaminan dan keabsahan pada penyitaan benda yang dijaminkan secara fidusia. mencegah konflik yang terjadi di masyarakat akibat proses eksekusi
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.010/2012 Tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan Yang Melakukan Pembiayaan Konsumen Untuk Kendaraan Bermotor Dengan Pembebanan Jaminan Fidusia, telah melarang perusahaan pembiayaan melakukan benda jaminan fidusia apabila belum memiliki sertifikat jaminan fidusia. Secara khusus diatur dalam Pasal 3, yang menentukan :
“Perusahaan Pembiayaan dilarang melakukan penarikan benda jaminan fidusia berupa kendaraan bermotor apabila Kantor Pendaftaran Fidusia belum menerbitkan sertifikat jaminan fidusia dan menyerahkannya kepada Perusahaan Pembiayaan.”
- Dengan tidak adanya sertifikat jaminan fidusia, maka tidak adanya hak eksekutorial atau eksekusi terhadap benda jaminan fidusia yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan tidak sah dan dapat dikenakan Pasal 365 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang menentukan:
Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang dengan maksud untuk mempersiapkan atsu mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicuri.
Sertifikat Jaminan Fidusia Bukan KTUN
- Pasal 4 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia yang menyatakan bahwa Jaminan Fidusia merupakan Perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi. Berdasarkan ketentuan Pasal 11 ayat (1) Undang-undang Jaminan Fidusia menyebutkan bahwa benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia wajib didaftarkan, dan Pasal 12 ayat (1) menyatakan pendaftaran jaminan fidusia dilakukan pada Kantor Pendaftaran Fidusia, yang berada dalam lingkup tugas Departemen Kehakiman.
- Pasal 13 ayat (3) Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dan penjelasannya menyebutkan bahwa Kantor Pendaftaran Fidusia mencatat Jaminan Fidusia dalam Buku Daftar Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran, dan Kantor Pendaftaran Fidusia tidak melakukan penilaian terhadap kebenaran yang dicantumkan dalam pernyataan Pendaftaran Jaminan Fidusia, akan tetapi hanya melakukan pengecekan data sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 13 ayat (2) dan ayat (3) Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
- Tindakan yang hanya mencatat/membukukan suatu peristiwa hukum yang berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku harus didaftarkan dan sama sekali tidak ada unsur kehendak maupun pernyataan kehendak dari Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM DKI Jakarta dalam menerbitkan Sertifikat Jaminan Fidusia. Padahal yang namanya KTUN, merupakan recht handelingen atau tindakan hukum dari pejabat tata usaha negara. Dengan demikian, harus disertai alasan-alasan pembenar dalam mengeluarkan KTUN tersebut
Eksekusi terhadap benda jaminan fidusia, bila sisa hutang 10% dari pokok pinjaman.
Secara teori, sebagaimana telah diuraikan pada bab sebelumnya, dimana Aristoteles membagi 2 jenis keadilan, yaitu keadilan distributif (distributive justice) dan keadilan Comutatif (Commutative justice). Keadaan yang memberikan hak eksekutorial terhadap semua benda bila adanya wan prestasi dari debitor, maka kreditor memiliki hak tersebut.
Kondisi demikian, menunjukkan bahwa keadilan yang digunakan dalam UU Jaminan Fidusia, adalah keadilan komutatif yang menyamaratakan begitu saja pelaksanaan hak eksekutorial dari kreditor. Padahal sisa hutang 10% dari pokok pinjaman perlu juga dipikirkan, dalam menggunakan nalar keadilan distributif. Sebab menjadi tidak adil, ketika hak 10% yang dimiliki oleh kreditor lalu ia bisa menjual benda jaminan tersebut. Padahal si debitor telah membayar 90% yang merupakan harga pokok kendaraan + bunga pinjaman.
SARAN.
1. kedepan diperlukan sosialisasi kepada masyarakat oleh Kementerian Hukum dan HAM Kantor Wilayah DKI Jakarta, mengenai:
Urgensi pendaftaran jaminan fidusiahak dari debitor untuk bernegosiasi tempat penjualan benda jaminan fidusia tersebut.toleransi waktu ketika sisa hutang dari debitor 10% kebawah. Hal ini dimaksudkan juga guna mewujudkan ketertiban dan ketentraman di masyarakat DKI Jakarta.urgensi pembuatan perjanjian tambahan kepada lembaga pembiayaan dan masyarakat (calon debitor) ketika kendaraan jaminan fidusia itu diambil alih oleh kreditor atas kelalaian prestasi debitor. Perjanjian tambahan tersebut, memuat : deskripsi keadaan benda jaminan fidusia dan masa waktu penahanan kendaraan oleh Kreditor.
2. Perubahan beberapa Aturan yang bermasalah
Sebagai penutup acara, banyak para peserta yang antusias untuk berdiskusi dengan narasumber karena masih banyak yang belum tahu tentang proses sebenarnya soal fidusia online serta masih banyak juga peserta yang mengalami permasalahannya masing-masing.